Wahai kawan, hal apakah yang paling tidak ingin engkau pikirkan? Kematian. Namun, kematian yang paling engkau takuti, yang engkau selalu berusaha lari daripadanya akan mendatangimu dan pasti akan mendatangimu. Dialah sakaratul maut, yang tak peduli dengan penguasa dan tak memiliki belas kasihan terhadap orang tua renta yang sakit-sakitan. Dia pasti akan datang dan pasti akan datang, tak peduli di benteng mana engkau bersembunyi, tak peduli apa yang sedang engkau lakukan. Apakah engkau sedang asyik bermaksiat? Sibuk merencanakan masa depan? Sedang dalam bulan madu? Atau sedang mengingati Allah? Jika dia telah menghendaki datang maka dia pasti datang. Dengan sukarela ataupun terpaksa.
Wahai kawan, tahukah bagaimana rasa sakitnya? Bahkan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang ma’sum merasakan sakit yang luar biasa. Dan orang-orang mukmin akan menghadapi yang namanya himpitan kubur, yang dengannya dosa-dosa dilebur. Namun, orang-orang berdosa, apa yang akan mereka hadapi? Sungguh engkau tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, dan sebaiknya engkau tak perlu membayangkannya jika engkau ingin malam ini bisa tertidur dengan nyenyak.
Saat orang-orang yang engkau kasihi menangisimu, saat itulah Sakaratul maut datang. Dan Izroil Sang pemutus segala kenikmatan akan mencabut ruhmu dengan paksa. Saat itu menangislah, merintihlah, menjeritlah, memohonlah atau berdo’alah, namun hal itu takkan menunda ataupun memajukan proses Sakaratul Maut. Saat itu bertautlah betis kanan dan kiri bersamaan datangnya rasa takut yang menggelegak. Kerongkonganpun mengering, bersama datangnya dahaga yang luar biasa, yang seandainya 7 samudra didatangkan maka engkau akan menghabiskannya hingga kering.
Sungguh, meski Sakaratul maut itu tak menampakkan bekas pada jasadmu, namun rasa sakit itu begitu nyata. Kulit itu, yang saat ini bisa kau sentuh, yang setiap hari engkau merawatnya, akan dikelupas perlahan-lahan tanpa mempedulikan jeritanmu yang menggaung di seantero cakrawala, meski jeritan itu tak bisa didengarkan oleh Jin dan manusia. Wajahmu yang cantik dan yang tampan itu, yang setiap hari kau oleskan kosmetik mahal tak tertinggal, ia akan disasat-sasat hingga tak menyisakan selembar kulitpun di atasnya. Meskipun engkau memohon agar proses Sakaratul maut dipercepat, namun Izroil seolah menikmati pekerjaannya dan melakukannya perlahan-lahan, setahap demi setahap. Bagaimanakah gambaran Sakaratul maut itu? Sakitnya seperti dicacah-cacah dengan seratus pedang.
Saat usai proses Sakaratul maut, jasadmu pun dimasukkan kedalam liang lahat seorang diri, sebatang kara. Istri yang sangat engkau cintai meninggalkanmu, dia hidup bahagia dengan suaminya yang baru. Anak-anak yang engkau sayangi telah lupa dengan keberadaanmu dan asyik bermain dengan teman-teman sebayanya. Hartamu dibagikan dan kembalilah engkau sebagai orang miskin papa yang tak memiliki apapun selain selembar kain kafan.
Disana ulat-ulat dan cacing kelaparan menyongsong kedatanganmu, mereka masuk melalui mulutmu, telingamu, matamu, dan membuat liang lewat kulitmu. Sedikit demi sedikit, mereka menggerogoti daging dan usus-usus. Namun sedikitpun engkau tidak peduli dengan rasa sakit itu karna engkau sedang sibuk dengan rasa sakit yang lebih dahsyat. Dimana kepalamu diremukkan, dimana biji matamu ditarik keluar hingga putus, dimana darahmu disedot dan dikeringkan, dimana isi perutmu dihamburkan keluar, dimana otakmu dibedah dan diiris tipis-tipis, dimana tulang belulangmu dicabut satu demi satu. Para Malaikat tak peduli dan sama sekali tak peduli betapa kerasnya engkau meronta.
Wahai kawan, itulah kematian yang pasti akan datang kepadamu. Itu bukanlah dongeng pengantar tidur atau sekedar film horror picisan yang biasa engkau nikmati. Engkau sungguh akan mendekam didalam kubur hingga Isrofil meneriakkan sangkakalanya dan menghancur leburkan alam semesta. Lalu bagaimanakah engkau akan menghadapinya? Apakah engkau akan cuek saja dan tak peduli? Apakah engkau akan membaca tulisan ini dengan tenang-tenang saja sambil menikmati kue brownies? Apakah engkau akan segera melupakan tulisan ini saat sang kekasih datang dan menggandeng tangan mesra? Tapi jika engkau memang masih ingin menikmati dunia, maka nikmatilah selagi bisa, atau engkau bisa mempersiapkan diri menghadapinya. Tapi kematian itu nyata. Dan filosofi kematian itu lebih nyata daripada filosofi kehidupan yang hanya sekejap mata.
………………………………………
Abdullah bin Iyas menceritakan dari ayahnya, bahwa suatu hari Umar bin Abdul Aziz mengantarkan jenazah ke kubur. Ketika para pengiring lainnya telah pulang, Umar dan salah seorang sahabatnya masih tetap berada di sisi kuburan tersebut.
Lalu sahabatnya bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, jenazah yang kau antarkan itu telah meninggalkanmu, tidakkkah engkau juga ingin meninggalkannya?
Umar menjawab, “Ya, aku juga ingin meninggalkannya, hanya saja kuburan yang ada di belakangku seakan memanggilku dan berkata, ‘Wahai Umar, tidakkah engkau ingin bertanya kepadaku tentang apa yang telah kuperbuat terhadap orang-orang yang dikasihi?’
Hatiku menjawab, ‘Ya.’ Lalu dia berkata, ‘Aku telah mengoyak-ngoyak kain kafannya, mencabik-cabik badannya, menghisap darahnya dan memakan dagingnya.’
Kemudian dia berkata lagi, ‘Tidakkah engkau ingin bertanya tentang apa yang apa yang telah kuperbuat pada anggota tubuhnya?’ Aku menjawab, ‘Ya.’
Lalu dia berkata, ‘Aku telah mencabut kedua telapak tangan dari tulang hastanya, kedua tulang hasta dari tulang lengan atasnya dan kedua tulang lengan atasnya dari tulang pundaknya. Aku juga telah mencabut kedua tulang lengan atasnya dari tulang pundaknya. Aku juga telah mencabut kedua tulang pangkal paha dari kedua pahanya, kedua pahanya dari ruasnya, kedua ruasnya dari tulang betisnya dan kedua betisnya dari kedua telapak kakinya.’”
Sejenak kemudian Umar menangis, lalu berkata, “Bukankah dunia itu fana, orang mulia akan menjadi hina, yang kaya akan menjadi miskin papa, yang muda akan berangsur tua dan yang hidup akhirnya mati juga?”
0 komentar:
Posting Komentar