Assalamu'alaykum wr. wb. Selamat datang di pembangunjiwa.blogspot.com. Blog ini adalah wujud partisipasi saya dalam dunia penulisan, semoga rangkaian kalimat didalamnya dapat membangun jiwa-jiwa yang sedang terjatuh dan memberikan kemanfaatan bagi dunia. Karna kita hidup bukan dengan apa yang kita miliki, namun kita hidup dengan apa yang dapat kita berikan pada dunia.

Selasa, 12 Maret 2013

Pembangun Jiwa : Kepatuhan




           Sebuah Perusahaan memiliki dua orang OB (Office Boy) yang telah bekerja ditempat itu dalam waktu yang cukup lama dan keduanya bersahabat karib. Atasan mereka adalah atasan sangat tegas, keras dan disiplin. OB pertama sangat patuh kepada atasannya, tidak banyak bertanya dan selalu menuruti apapun keinginan atasannya sehingga atasannya menyukainya. Sementara OB kedua tidak sebaik yang pertama, meskipun dia telah berusaha menuruti keinginan atasannya namun ada kalanya pula dia membantah dan tidak telalu sigap dalam mengerjakan sesuatu sehingga atasannya tidak senang terhadapnya.

            OB pertama akhirnya mendapatkan promosi dan dipertahankan bekerja dengan gaji yang jauh lebih memuaskan, sementara OB kedua akhirnya dipecat dan digantikan dengan yang baru. OB pertama mendapatkan banyak fasilitas dan bisa mencukupi keluarganya. Tahun demi tahun berlalu, OB pertama semakin makmur. Melihat kesuksesannya iapun terpikir dengan nasib sahabatnya.

            Ketika dia sedang libur bekerja, dia menyempatkan untuk berkunjung ke rumah teman lamanya. Namun setelah sampai dirumahnya ternyata dia mendapati bahwa sahabatnya telah pindah karna rumahnya telah dijual. Setelah bertanya kesana kemari akhirnya dia menemukan rumah sahabatnya. Ternyata rumahnya sempit dan tidak sebaik rumahnya yang dulu. Setelah berbincang-bincang, OB pertamapun mengetahui bahwa selepas dipecat, sahabatnya mencoba berdagang keliling namun sering mengalami kebangkrutan.

            OB yang telah mendapatkan kehidupan yang lebih baik itupun menasehati sahabatnya, “andaikan kamu belajar untuk selalu menurut pada atasan dan tidak banyak membantah, tentunya kamu tidak perlu tinggal dirumah yang sempit seperti ini.”

            Mendengar nasehat dari sahabatnya, OB yang sudah dipecat itu menimpali, “andai saja kamu belajar untuk hidup dirumah sempit seperti ini, kamu tidak akan selalu harus menuruti kemauan atasanmu.”

Pembangun Jiwa : Sebelum Berkata


               

           Bu Fatimah sedang asyik memilih-milih sayuran di warung ketika tiba-tiba Bu Santi mendatanginya dengan tergesa-gesa dan berkata, “Bu Fatimah, Bu Fatimah, ada berita penting nih, sudah dengar belum. Tadi siang baru saja…”

                “Eh, sebentar… sebentar…” Bu Fatimah memotong ucapan Bu Santi sambil meletakkan kembali sayuran yang ada ditangannya. “Apapun berita itu, apakah Bu Santi sudah melewati tiga buah saringan terlebih dulu?”

                “Maksudnya?” Tanya Bu Santi tidak paham.

                “Tiga buah saringan sebelum Bu Santi menyampaikan berita itu. Okelah kalau begitu kita lihat apakah cerita Bu Santi bisa melewati ketiga saringan tersebut. Saringan pertama adalah kebenaran. Apakah Bu Santi sudah yakin bahwa berita itu benar adanya?”

                Bu Santi diam sejenak sambil menundukkan kepalanya ketanah, “Uhm, bagaimana ya?” Katanya ragu-ragu, “Aku hanya mendengarnya dari Bu Linda, jadi aku tidak terlalu yakin…”

                “Nah, itu jawaban yang jujur,” Bu Fatimah nampak puas dengan jawaban Bu Santi. “Sekarang mari kita uji dengan saringan kedua, yaitu saringan kebaikan. Karna didalam tidak ada jaminan bahwa berita itu benar adanya, mari kita lihat apakah ada manfaat didalamnya.”

                Bu Santi menggaruk-garuk kepalanya, sedikit salah tingkah, “uhm… bisa dibilang sih tidak ada manfaatnya.”

                Bu Fatimah tersenyum. “Oke. Mari gunakan saringan ketiga. Karna berita itu tidak dijamin kebenarannya dan tidak ada manfaatnya, mari kita lihat apakah berita itu mendesak untuk disampaikan?”

                “Mendesak juga tidak.” Bu Santi menjawab pasrah.

                “Jadi,” Bu Fatimah menyimpulkan. “Karna apapun berita yang hendak Bu Santi sampaikan itu tidak dijamin kebenarannya, tidak memberi manfaat dan tidak juga mendesak untuk disampaikan, sebaiknya berita itu cukup disimpan sendiri tanpa perlu disebarkan kemana-mana agar tidak ada orang lain yang terkena mudharat dari berita tersebut.”

Senin, 11 Maret 2013

Pembangun Jiwa : Sebuah Solusi


             
             Pagi hari yang cerah disebuah Desa terusik dengan ditemukannya mayat seorang warga Desa yang telah koyak dimakan binatang buas. Wargapun menjadi panik, suasana Desa yang tadinya tentram kini dicekam kegelisahan. Kepala Desa setempatpun mengadakan pertemuan dengan warga untuk mencari solusi agar ketentraman Desa kembali. Wargapun sepakat untuk memburu binatang buas tersebut malam harinya.

            Malam harinya, beberapa warga desa  berkumpul dengan membawa senjata. Waktu terus berlalu sementara Warga Desa bersembunyi di semak-semak menunggu kedatangan binatang buas tersebut. Setelah lama menunggu akhirnya terlihat seekor Harimau loreng berkeliaran di sekitar Desa, serentak warga menyerbu ke arah Harimau tersebut. Namun Harimau itu sangat tangguh, beberapa korban berjatuhan dari warga Desa sementara Harimau tersebut berhasil melarikan diri.

            Satu Minggu telah berlalu, namun Harimau itu belum juga dapat diburu. Sebaliknya, setiap malamnya selalu jatuh korban sehingga Kepala Desa memutuskan untuk menghentikan pemburuan demi menghindari jatuhnya korban. Musyawarahpun diadakan untuk mencari cara menangkap Harimau liar tersebut. Akhirnya warga memutuskan untuk menjebak harimau tersebut. Wargapun bahu membahu memasang beragam perangkap, namun hingga satu Bulan berlalu Harimau liar itu belum juga tertangkap sementara korban masih terus berjatuhan.

            Wargapun kehilangan akal dalam mengatasi permasalahannya itu. Warga mengadakan musyawarah dan perbincangan, perbincangan terus mengalir hingga akhirnya mengarah pada cerita tentang seorang alim yang tinggal di tengah hutan. Warga merasa heran dengan orang alim tersebut yang berani tinggal sendirian ditengah hutan padahal Harimau liar berkeliaran. Kemudian Kepala Desa terpikir untuk menemui orang alim tersebut demi mencari solusi dalam mengatasi permasalahan Harimau liar.

            “Anda telah lama tinggal di Hutan ini, tidakkah Anda tahu bahwa di Hutan ini sedang berkeliaran seekor Harimau liar?” Tanya Kepala Desa kepada sang alim ketika dia dan beberapa warga berkunjung ke rumahnya.

                “Saya tahu itu, tapi saya tidak terganggu olehnya.” Jawab sang alim dengan tenang.

            “Namun warga Desa sangat terganggu dengan keberadaan Harimau tersebut. Sudah jatuh banyak korban dari warga. Kami telah mencoba segala upaya namun hingga sekarang kami belum juga dapat menangkap Harimau tersebut. Dapatkah Anda memberi kami solusi agar teror ini bisa segera dihentikan?”

            Sang alim tersenyum lembut, “memang seringkali jalan kekerasan tidak memberi solusi. Harimau itu hanya lapar, maka beri saja dia makan. Insya Allah dia tidak akan mengganggu warga lagi.”

            Kepala Desa dan Warga terkejut mendengar jawaban itu, bagaimana mungkin binatang yang selama ini telah memakan banyak korban justru diberi makan bukannya dibunuh. Tapi mereka menyadari bahwa memang tidak ada jalan lain, mereka pun menurut. Kini setiap hari mereka menyediakan makanan untuk Harimau itu, sejak itu Harimau itu tidak pernah mengganggu warga lagi dan warga Desa kembali hidup dengan damai.

Pembangun Jiwa : Kelayakan



            Disebuah Kota besar tersebutlah seorang Direktur Perusahaan ternama yang dikaruniai 3 orang putra. Direktur itu telah mempersiapkan putranya agar bisa melanjutkan bisnisnya, selain kecerdasan akademis sang Direktur juga membekali ketiga putranya dengan kecerdasan spiritual, karna itulah dia menitipkan ketiga putranya kepada seorang Guru untuk membimbingnya.


            Namun hanya satu orang saja dari ketiga putranya yang kelak akan mewarisi Perusahaannya. Tentunya hanya yang paling cakap diantara ketiganya yang akan menggantikannya. Untuk menentukannya, sang Direktur telah memasrahkan kepada sang Guru untuk membuat keputusan. Tentu saja itu bukan tugas yang mudah bagi sang Guru.

            Sang Guru telah menyeleksi ketiga putra Direktur, namun ketiganya sama-sama cerdas dan berwawasan luas. Akhirnya sang Guru memberikan test penentuan kepada ketiganya untuk memastikan siapa diantara ketiganya yang paling pantas untuk mewarisi Perusahaan ayahnya. Sang Guru berkata, “pergilah kalian ke Pasar untuk membeli sebuah barang dapat memenuhi kamar kalian. Insya Allah, ba’da shubuh aku mendatangi kamar kalian untuk melihat apa yang kalian perbuat.”

            Ketiganya pun pergi ke Pasar dan berpencar, sore harinya mereka pulang dengan membawa barang yang dirasa dapat memenuhi kamarnya. Setelah Shubuh sang Guru mendatangi kamar putra pertama, putra pertama membeli sebuah tikar yang luas yang memenuhi seluruh lantai kamarnya. Sang Guru tersenyum dan mengakui kecerdasan muridnya, namun dia belum memutuskan bahwa dia adalah yang terbaik sebelum melihat kamar kedua muridnya.

            Sang Guru memasuki kamar putra kedua dan dibuat kagum. Putra kedua berinisiatif membeli cat yang dengan itu ia bisa mengecat seluruh dinding kamarnya sehingga benda itu memenuhi seluruh kamarnya. Sang Guru memutuskan bahwa putra kedua lebih unggul dibandingkan kakaknya, namun dia belum memutuskan bahwa dia adalah yang terbaik sebelum melihat kamar putra ketiga.

            Kini tiba giliran si Bungsu. Si Bungsu membukakan pintu untuk memperlihatkan kamarnya. Sang Guru tersenyum puas dengan keluasan wawasan si Bungsu ketika melihat benda yang dibelinya sanggup memenuhi ruangannya dengan cakupan yang lebih luas daripada barang yang dibeli kedua kakaknya. Sang Guru menepuk bahu si Bungsu dan berkata, “kamulah calon Direktur yang baru.” Kedua kakaknya penasaran dan melihat benda yang dibeli adiknya. Keduanya mengakui kecerdasan si Bungsu dan mengucapkan selamat ketika melihat sebatang lilin di dalam kamar Si Bungsu yang cahayanya sanggup memenuhi seisi ruangan.